Pada zaman dahulu terdapatlah seorang pemuda pencari kayu bakar yang baik hati. Pada suatu hari ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari mencari kayu bakar, ia mendengar suara rintihan binatang dari balik semak-semak. Setelah diperiksanya ternyata seekor anak rubah sedang terperangkap kakinya dalam perangkap pemburu. Karena merasa kasihan, maka dilepaskannyalah kaki sang anak rubah itu dari perangkap. Dan anak rubah itupun segera lari menjauh.
Beberapa hari kemudian, ketika ia sedang dalam perjalanan pulang dari mencari kayu bakar, tiba-tiba dari arah depan datanglah seekor anak rubah mendekatinya. Setelah diamati benar-benar, ternyata ia adalah rubah yang ditolongnya beberapa hari yang lalu.
Rubah itu mengajak sang pemuda untuk mengikutinya. Setelah beberapa lama ia mengikuti sang anak rubah, sampailah ia di sebuah lubang dalam tanah. Dari dalam lubang itu muncul ibu sang rubah kecil tadi. Dengan membungkuk sopan sang ibu rubah berkata, “Terima kasih atas pertolongan Anda beberapa waktu yang lalu. Sebagai tanda terima kasih kami, tolong terimalah tudung kepala tua ini! kata sang ibu rubah sambil menyerahkan sebuah tudung kepala yang sudah usang.
Dalam perjalanan pulang, karena merasa sangat dingin, maka sang pemuda mengenakan tudung pemberian ibu rubah itu dikepalanya. Tiba-tiba, saat ia sedang berjalan di bawah pohon ia bisa mendengar suara burung pipit yang sedang bercakap-cakap di atas pohon. “Oh, ini mungkin karena aku memakai tudung kepala ajaib ini! kata sang pemuda sambil terus mendengarkan percakapan kedua burung pipit tersebut.
"Yang disebut manusia itu sepertinya pintar, tapi ternyata benar-benar bodoh ya! Batu di tengah-tengah sungai yang setiap kali diinjaknya itu kan sebenarnya bongkahan batu emas, tapi kenapa mereka tidak menyadarinya ya?" kata burung pipit tersebut.
Mendengar hal tersebut sang pemuda segera menuju sungai yang biasa ia lewati. Di tengah-tengah sungai tersebut memang terdapat sebongkah batu yang biasanya digunakan sebagai tumpuan kaki untuk menyeberang. Setelah batu itu dibersihkan dengan air, ternyata memang sebongkah batu emas yang bersinar-sinar terkena sinar matahari. Dengan gembira lalu dibawanya batu itu pulang ke rumah. Namun, di tengah perjalanannya lagi-lagi ia mendengar percakapan burung gagak.
"Anak gadis orang kaya di desa ini benar-benar kasihan ya. Sudah berpuluh-puluh tabib didatangkan untuk menyembuhkan penyakitnya namun tak kunjung sembuh juga. Sebenarnya sakit yang diderita anak gadisnya itu bukan sakit biasa. Ketika membangun atap rumah baru, secara tidak sengaja ada seekor ular yang salah masuk ke dalam atap. Jadinya sampai sekarang ular tersebut tidak juga bisa keluar dan hampir sekarat. Kalau saja ular tersebut dapat dikeluarkan dari dalam atap itu, mungkin anak gadisnya akan segera sembuh" kata sang burung gagak. Mendengar percakapan burung gagak itu, sang pemuda segera pulang.
Keesokan harinya, ia berkunjung ke rumah orang kaya di desa itu. Di depan pintu gerbangnya tertulis, "Siapa saja yang ingin menyembuhkan anak gadisku silakan masuk." Karena itu sang pemuda masuk dan berkata kepada orang kaya pemilik rumah itu, “Perkenankan saya mencoba menyembuhkan sakit anak gadis tuan!" kata sang pemuda. Setelah melihat kondisi anak gadis itu, sang pemuda teringat pada percakapan burung gagak kemarin.
"Tuan, sesungguhnya sakit yang diderita anak gadis tuan ini bukan sakit biasa. Hal ini disebabkan oleh seekor ular yang sedang terperangkap di atap rumah tuan. Ular tersebut kini sedang sengsara hidupnya sehingga kehidupan seluruh penghuni rumah ini juga sengsara, terutama anak gadis tuan. Maka kalau ular tersebut tidak segera dikeluarkan, sakit anak gadis tuan mungkin juga tidak akan sembuh!" kata sang pemuda menjelaskan.
Mendengar perkataan sang pemuda, orang kaya tersebut segera memerintahkan para pelayannya untuk membongkar atap rumahnya dan mencari ular yang sedang terperangkap di dalamnya. Dan ternyata benar. Seekor ular yang sedang sekarat pun ditemukan. Kemudian dibasuhlah ular itu dengan air dan diberinya makan telur agar cepat sembuh. Perlahan-lahan keadaan ular pun membaik. Bersamaan dengan itu anak gadisnya pun sudah mulai sembuh dari sakitnya. Bukan main gembiranya hati ayahnya. Maka dinikahkannya anak gadisnya itu dengan sang pemuda. Mereka pun akhirnya hidup dengan bahagia.
Unsur-unsur budaya dasar:
Manusia dan Keindahan
Cerita Anak Tudung Kepala Ajaib ini memiliki unsur keindahan pada bagian akhir ceritanya, karena di akhir cerita terjadi kebahagiaan antara tokoh peremuan dan laki-laki yang pada akhirnya bisa hidup bahagia bersama.
Manusia dan Penderitaan
Didalam cerita Anak Tudung Kepala Ajaib ini memiliki unsur dari satu tokoh yang mendapat penderitan, karena pada cerita ini terdapat "Anak gadis orang kaya di desa ini benar-benar kasihan ya. Sudah berpuluh-puluh tabib didatangkan untuk menyembuhkan penyakitnya namun tak kunjung sembuh juga. Sebenarnya sakit yang diderita anak gadisnya itu bukan sakit biasa. Ketika membangun atap rumah baru, secara tidak sengaja ada seekor ular yang salah masuk ke dalam atap."
Manusia dan Cinta Kasih
Dalam cerita Anak Tudung Kepala Ajaib ini juga memiliki unsur Cinta Kasih yaitu disini dicerita bahagianya hidup seorang gadis dan seorang lelaki yang akhirnya bisa hidup bersama-sama saat tokoh si gadis sembuh dari penyakit yang di sembuhkan oleh sang lelaki.
Kesimpulan:
Dari dongeng tersebut kita bisa mengambil kesimpulannya yaitu, berbuatlah baik kepada siapapun karena dengan berbuat baik kita dapat membuat orang lain senang dan merasa terbantu.
Sumber: http://www.kumpulandongeng.com/dongeng-anak/dongeng-anak-tudung-kepala-ajaib/
0 komentar:
Posting Komentar